: IMPIAN CLARANTA
Inilah aku,
seorang peri kecil yang terbuang ke dunia manusia dan sedang termenung
sendiri di atas kelopak bunga. Dengan sepasang sayap berwarna ungu berlapis
putih,dan berambut keriting kecil. Entah mengapa aku tak bisa jadi mereka
semua, yang hidupnya penuh tawa, canda dan kesenangan.
Aku
dibuang kedunia manusia karena melakukan kesalahan. Malam itu saat ada festifal
jalanan, aku keluar dari asrama tempat tinggalku. Aku pun harus terima
hukumanku. Aku dihukum untuk memperbaiki sifat salah satu anak di bumi. Namanya
Jenetta. Dia anak yang keras kepala. Sungguh, aku tidak pernah tau bisa apa
tidak mengubah sifat anak itu. Yang penting aku akan menyelesaikan tugasku
dengan cepat dan kembali ke dunia peri dengan cepat pula. Benar tidak?
“Jenet,
bangun. Sudah pagi, dan kau di tunggu kawan-kawanmu di luar sana! Jenett! Bangun!”
Teriakan Ibu langsung membuat sadar aku dari tidurku. Eh, apa? Teman-teman
menungguku? Oh tidak..
“Aku
berangkat bu !” Begitu bangun akupun langsung menyambar sepeda yang ada di
garasi dan segera pergi ke lapangan futsal. Aku memang wanita. Tapi bermain
futsal adalah hobiku.
“Jenetta.. kau belum mandi belum sarapan, sudah pergi begitu saja!Mau jadi
apa kau nak!”Ahh selalu begitu omelan Ibu. Memang sih aku belum apa-apa. Tapi
ini memang sudah kebiasaanku. Aku pun sering sekali mendapat omelan seperti
itu. Tapi.. aku tak pernah memikirkannya.
“Siapa
yang berteriak itu? Mengganggu tidurku saja! Ah sudah pagi! Saatnya mulai
mengawasi Jenetta,”Hari ini tugas seorang peri buangan dimulai. Hari ini hari
pertama aku bekerja. Dan hari ini aku bertemu dengan klienku. Hahaha. Semoga
hari ini berjalan sukses! Tadi ada yang berteriak. Seperti suara Ibunya
Jenetta. Dan kurasa Jenetta pergi dari rumah sampai-sampai membuat Ibunya marah
seperti itu. Aku menyusulmu Jenetta!
Lapangan
futsal..
“Hey
.. Over kesini dong! Masa daritadi kau mulu yang memainkan bola itu!” Ucap anak
berkulit hitam mengomel ke arahku. Siapa kau? Aku tak kenal kau. Biarkan saja
aku yang memainkan bola ini.
“Kesini
dong kalau mau ambil bola. Masa begitu saja mengomel terus!”Jawabku keras
kepala.
“Eh
banyak sekali anak-anak disini. Yang mana Jenetta? Di sini laki-laki semua! Eh
tapi tunggu. Siapa itu yang bertengkar? Wanita? Itu pasti Jenetta! Akhirnya
bertemu kau juga,”Ucapku sambil terbang kearah Jenetta. Kemudian kutarik
telinganya. Eh tanganku kan kecil sekali mana bisa terasa oleh Jenetta?
“Aduh
apa sih ini? Lalat nakal! Kupukul kau!”Ternyata Jenetta hanya menganggapku
lalat. Ayo sini kalau bisa tangkap aku. Ayo kejar aku! Aku ingin lihat
kemampuanmu. Eh nggak kena, nggak kena. Tak terasa Jenetta mengejarku sampai
dia lupa akan bermain futsal dengan teman-temannya. Kasihan kau. Lebih baik
kuberitahu kau.
“Aku
akan memberi kau sedikit pelajaran,”Ucapku berbisik di telinganya.
“Loh..
Lalat kok bisa bicara.. Lalat bisa memberi aku pelajaran? Wah seru
sekali,”Jawabnya antusias.
Seru..
Pelajaran dibilang seru? Tantangan bagiku.
“Lihat!
Disana ada pohon mangga yang sedang berbuah lebat. Kau mau makan salah satunya?
Mangga itu enak. Mangga bisa membuat kau kenyang lho. Lagipula kau juga belum
sarapan tadi pagi,”Bisikku yang sedikit membujuk.
“Kau
benar lalat! Aku ingin satu! Aku akan mengambilnya,” Ah! Jenetta berhasil masuk
ke perangkap. Sebentar lagi dia akan memakannya. Dan pemilik mangga pun
datang...
“Hey
anak kecil sedang apa kau! Mencuri mangga milikku ya! Ternyata kau berbakat
jadi pencuri juga ya!”
“Memangnya
ini pohon ada yang punya? Lagian jika memang punya bapak tentu saja dekat
dengan rumah bapak sendiri. Tapi ini jauh. Paling tidak ada 3 meter, jelas
bukan punya bapak,”
“Pintar
ngeles juga kamu ya! Siapa bilang jika jauh berarti tidak ada yang memiliki.
Saya punya surat kepemilikan pohon ini. Jika kau mau lihat akan saya ambil,”
“Tidak
pak. Tidak usah. Saya mengaku, saya mencuri. Tapi ini juga kepepet. Saya lagi
lapar pak. Dari pagi belum makan,”Ucap Jenetta dengan muka tanpa dosa.
“Kau
anak baik. Saya ingatkan, jika kau ingin mangga ini. Bilang dahulu pada
pemiliknya. Pasti akan bapak kasih jika kau mau,”
“Terimakasih
pak. Maaf jika saya mengganggu,”
Misi
pertama selesai.
“Kenapa
aku langsung termakan bujukan lalat itu ya? Aku bodoh.. Aku malu kepada bapak
tadi,”
“Siapa
bilang kau bodoh? Lihatlah. Didepan sana ada sepeda bermerek. Bagus sekali kan?
Aku yakin kau tak akan terlihat bodoh jika kau memakai sepeda itu. Lagipula kau
akan meminjam saja. Bukan mencuri, jadi tidak akan ada yang mengomel
lagi,”Ucapku berbisik lagi di dekat telinga Jenetta.
“Ah,
kau benar kali ini lalat nakal. Aku akan mencobanya agar tak terlihat
memalukan!”Jawabnya antusias. Masih saja ya menyebutku lalat nakal.
Tiba-tiba
saat Jenetta hampir menyentuh sepeda itu, ada anak kecil yang mengatakan..
“Pakailah
kakak. Jika kakak ingin menaikinya. Aku akan selalu berbagi dengan orang
lain,”Lalu anak kecil itu pergi sambil berjalan kaki. Jenetta berfikir, ini
sepeda siapa, mengapa aku yang menaikinya? Dan mengapa yang mempunyai sepeda
ini justru berjalan kaki?
“Maaf
adik! Ini sepedamu. Aku hanya ingin melihatnya, tidak memakainya. Pakailah agar
kau tak kelelahan. Aku akan menganggap kau adikku sendiri,”
“Terimakasih
kakak cantik..”
“Ahh..
Adik itu pandai sekali memuji orang. Hey kenapa aku menjadi sesenang ini hanya
karena dipanggil kakak cantik? Ternyata memuji itu gampang ya. Dan orang yang
di puji juga akan senang mendengarnya. Lantas, kenapa tak semua orang memuji
dengan tulus saja?”Jenetta lantas berfikir dan langsung berlari pulang ke
rumahnya.
Misi
kedua selesai.
“Ibuuu..
Ibuuu... Ibuuu,” Jenetta tak bisa mengendalikan arah berlarinya, dia terjatuh
lalu berdiri, lantas terjatuh lagi dan berdiri lagi.
“Ada
apa anakku sayang?”
“Ibu...
maafkan Jenetta Ibu.. Maafkan Jenetta,”
“Apa
yang terjadi denganmu anakku? Mengapa kau habis dikejar kucing yang galak?”Ibu
lantas tertawa mendengar omongannya sendiri.
“Jenetta
sayang Ibu. Walau selama ini Jenetta tak pernah mendengarkan omelan Ibu. Yang
tidak pernah Jenetta tau omelan Ibu sangat bermakna dan berguna bagi Jenetta.
Jenetta sayang Ibu,”
“Anakku...
Darimana kau belajar kata-kata yang menyentuh hati itu,”Ibu berbicara dalam
hati, kemudian menangis perlahan.
“Jenetta
Sayang Ibu. Maafkan Jenetta bu!”
“Ibu
juga sayang Jenetta. Ibu memaafkan Jenetta.”Mereka berdua berpelukan. Lihatlah!
Penyesalan yang tak pernah telat tidak akan sebahagia ini. Jenetta akhirnya
sadar. Mulai sekarang Jenetta akan selalu berbagi dengan orang lain. Termasuk
saat bermain futsal dengan teman-temannya.
Misi
ketiga selesai.
Aku
pun sudah saatnya kembali ke dunia peri.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar